Museum di Bandung
Museum sri Baduga
Di dalam museum terdapat pemaparan mengenai Bandung dan jawa barat /masyarakat sunda dari jaman purba, jaman kerajaan Hindu, Budha, Islam, penjajahan Belanda dan sejarah Budaya yang berkembang di sana.
MUSEUM GEOLIGI,
Terletak Jl. Diponegoro No. 57, Bandung. dekat gedung sate.
Museum Geologi didirikan pada tanggal 16 Mei 1928. Museum ini telah direnovasi dengan dana bantuan dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Setelah mengalami renovasi, Museum Geologi dibuka kembali dan diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada tanggal 23 Agustus 2000. Sebagai salah satu monumen bersejarah, museum berada di bawah perlindungan pemerintah dan merupakan peninggalan nasional. Dalam Museum ini, tersimpan dan dikelola materi-materi geologi yang berlimpah, seperti fosil, batuan, mineral. Kesemuanya itu dikumpulkan selama kerja lapangan di Indonesia sejak 1850.
Museum Wangsit Mandala Siliwangi
Nama Siliwangi sendiri adalah seorang pendiri Kerajaan Pajajaran yang kekuasaanya
tak terbatas, konon raja yang arif dan bijaksana serta wibawa dalam menjalankan
roda pemerintahaan, sedangkan arti Mandala Wangsit adalah sebuah tempat untuk
menyimpan amanat, petuah atau nasihat dari pejuang masa lalu kepada generasi penerus
melalu benda-benda yang ditinggalkannya.
Nama jalan tempat museum ini, Jl. Lembong, diambil dari nama Letkol Lembong,
salah satu prajurit Siliwangi yang menjadi korban dalam Peristiwa Kudeta Angkatan Perang
Ratu Adil. Sebelumnya jalan itu bernama Oude Hospitaalweg.
[sunting]
Sejarah museum
pada masa kolonial Belanda sebagai tempat tinggal perwira Belanda. Setelah kemerdekaan
diambil alih oleh pasukan Siliwangi dan digunakan sebagai markas Diusisi Siliwangi
seluas 4.176 m2 dengan luas bangunan 1.674 m2.
Siliwangi oleh Panglima Divisi Siliwangi ke 8 KolonelIbrahim Adjie.
Pada Tahun 1979 dibangun gedung baru tingkat 2 yang diresmikan 10 November 1980 oleh
Pangdam Siliwangi ke 15 Mayjen Yoga Sugamadan Prasastinya di tandatangai oleh
Presiden RI Soeharto.
[sunting]
Koleksi museum
Koleksi Museum adalah benda-benda yang digunakan oleh pasukan Kodan Siliwangi,
dari senjata primitif seperti tombak, panah, keris kujang, dan bom molotov, sampai
Museum Konferensi Asia Afrika
Museum Konferensi Asia Afrika merupakan salah satu museum yang berada di kota Bandung.
Museum ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gedung Merdeka. Secara keseluruhan
Gedung Merdeka memiliki dua bangunan utama, yang pertama disebut Gedung Merdeka
sebagai tempat sidang utama, sedangkan yang berada di samping Gedung Merdeka adalah
Museum Konferensi Asia Afrika sebagai tempat memorabilia Konferensi Asia Afrika.
Latar belakang dibangunnya museum ini adalah adanya keinginan dari para pemimpin
tempat Konferensi Asia Afrika berlangsung. Hal ini membuat Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M memiliki ide untuk membangun
sebuah museum. Ide tersebut disampaikannya pada forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun
Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan
Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemudian museum ini diresmikan pada tanggal 24 April 1980 bertepatan dengan
peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika.
Museum Pos Indonesia Di Bandung
Museum Pos Indonesia dapat dikatakan merekam perjalanan sejarah layanan pos di Indonesia
sejak jaman kolonial hingga Indonesia merdeka. Gedung yang digunakan sebagai museum
tersebut dibangunsekitar tahun 1920 oleh arsitek J. Berger dan Leutdsgebouwdienst,
dengan gaya arsitektur Italiamasa Renaissans. Sejak 1933, gedung seluas 706 meter persegi
ini kemudian difungsikan sebagai museum,
dengan nama Museum Pos Telegrap dan Telepon (seringkali disingkat Museum PTT) .
Meletusnya Perang Dunia II dan masa Pendudukan Jepang pada tahun 1941 menyebabkan museum
dengan koleksi berbagai benda-benda pos dari seluruh dunia ini tidak terurus. Bahkan sejak
masa revolusi kemerdekaan hingga awal akhir 1979 Museum PTT makin tak terperhatikan.
Baru pada awal 1980, Perum Pos dan Giro membentuk sebuah panitia untuk merevitalisasi
museum agar berfungsi kembali sebagai sarana untuk memamerkan koleksi benda-benda
pos dan telekomunikasi. Ikhtiar ini membuahkan hasil dengan diresmikannya museum
tersebut pada Hari Bhakti Postel ke-38, yakni tanggal 27 September 1983 oleh Achmad Tahir,
Menteri Pariwisata dan Telekomunikasi ketika itu.
Museum ini diberi nama Museum Pos dan Giro, mengikuti nama perusahaan milik
pemerintah yang membawahi museum tersebut
Comments
Post a Comment